Live Economic Calendar Powered by Investing.com - The Leading Financial Portal

Sabtu, 04 Agustus 2012

Dalil Perayaan Maulid Menurut Al-Quran

FIRMAN ALLAH SWT
“KATAKANLAH: “DENGAN KARUNIA ALLAH DAN RAHMAT-NYA, HENDAKLAH DENGAN ITU MEREKA BERGEMBIRA. KARUNIA ALLAH DAN RAHMAT-NYA ITU ADALAH LEBIH BAIK DARI APA YANG MEREKA KUMPULKAN”. (Q.S. YUNUS : 58)


Segala puji hanya milik Allah. Rahmat dan sejahtera kepada Rasulullah dan para sahabatnya sekalian.
Yang menjadi tinjauan dan pembahasan pada ayat tersebut diatas adalah : kata-kata “Karunia Allah” dan “Rahmat-Nya” dan juga perintah bergembiralah karena keduanya.
Apa yang dimaksud dengan “Karunia Allah” dan “Rahmat Allah” pada ayat yang tersebut diatas?
Syihabuddin Mahmud bin Abdullah Al-Husaini Al-Alusiy dalam tafsir Beliau Ruhul Ma’aniy Fi Tafsir Al-Quran Wa Sab’a Matsaniy menjelaskan ada 5 penafsiran tentang makna kalimat tersebut, diantaranya adalah: Telah mengeluarkan oleh Abu Syaikh dari Ibnu ‘Abbas RA: bahwa yang dimaksud dengan “Karunia Allah” pada ayat tersebut diatas adalah Ilmu, dan yang dimaksud dengan “Rahmat Allah” adalah Nabi Muhammad SAW. Dan telah mengeluarkan oleh Al-Khathib dan Ibnu ‘Asakir: bahwa yang dimaksud dengan “Karunia Allah” pada ayat tersebut diatas adalah Nabi Muhammad SAW, dan yang dimaksud dengan “Rahmat Allah” adalah Sayyidina ‘Ali.

Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf bin ‘Ali bin Yusuf bin Hayyan dalam tafsir beliau yang bernama Tafsir Al-Bahar Al-Muhith menjelaskan ada 15 penafsiran tentang makna kalimat tersebut, diantaranya adalah: “Telah berkata Ibnu ‘Abbas pada hadits yang diriwayatkan oleh Adh-Dhihak bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” adalah ilmu, dan yang dimaksud dengan “rahmat Allah” adalah Nabi Muhammad SAW.
Ibnu Jauziy dalam tafsir beliau Zaada Al-Maisir menjelaskan ada 8 penafsiran tentang makna kalimat tersebut, diantaranya adalah : bahwa pendapat yang ketiga bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” adalah ilmu, dan yang dimaksud dengan “rahmat Allah” adalah Nabi Muhammad SAW atas dasar riwayah Adh-Dhihak dari Ibnu ‘Abbas.
Imam Tusturiy dalam tafsir beliau Tafsir Tustury memastikan hanya satu penafsiran yaitu : bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah adalah Tauhid, dan yang dimaksud dengan “rahmat Allah” adalah Nabi Muhammad SAW.
Al-Qadhi Abu Muhammad dalam tafsir Al-Muharrar Al-Wajiz karya Ibnu ‘Athiyyah Al-Maharibiy berkata : Tiada jalan bagiku untuk menentukan satu penafsiran dari sejumlah penafsiran yang ada kecuali bahwa sesuatu itu bersandar kepada Nabi SAW.
Namun Abu Syaikh dari Ibnu ‘Abbas dalam menentukan bahwa yang dimaksud dengan “Karunia Allah” pada ayat tersebut diatas adalah Ilmu, dan yang dimaksud dengan “Rahmat Allah” adalah Nabi Muhammad SAW beliau berdalil dengan surat Al-Anbiya : 107 yang artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Sebagaimana dijelaskan oleh ‘Abdurrahman bin Abubakar Jalaluddin As-Suyuthiy dalam tafsir beliau Ad-durrul Mantsur Fi Takwil Bil Ma’tsur.
Walaupun hadits-hadits dan pendapat-pendapat diatas mungkin bisa dianggap lemah dengan berbagai pandangan, tinjauan, kajian dan alasan, namun ada satu hal yang tidak bisa ditolak oleh umat yang patuh kepada Al-Quran bahwa Nabi Muhammad adalah rahmat, bahkan rahmat bagi semesta alam. Kenapa hal ini tidak bisa ditolak karena ini termaktub jelas dalam Al-Quran surat Al-Anbiya : 107 yang artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Jika kata “Rahmat” yang ada dalam ayat diatas bisa ditafsirkan dengan segala bentuk rahmat sebagaimana yang ada dalam seluruh tafsir maka adakah larangan jika kata “Rahmat” itu ditafsirkan dengan Nabi Muhammad SAW? Bukankah beliau adalah rahmat bagi semesta alam?
Nabi Muhammad SAW adalah Rahmat bagi semesta alam sebagaimana tersebut dalam QS. Al-Anbiya : 107 maka bergembira dengan kehadiran dan kelahiran Beliau adalah diperintahkan oleh Allah SWT dengan firman-Nya “HENDAKLAH DENGAN ITU MEREKA BERGEMBIRA” sebagaimana pada QS. Yunus : 58.
Lalu bagaimana cara bergembira terhadap kehadiran dan kelahiran Nabi Muhammad SAW?
Apabila tidak datang dalil khusus yang menguraikan cara bergembira tersebut maka berpulanglah caranya kepada masing-masing individu, waktu dan tempat. Boleh saja dengan membaca Al-Quran, mengerjakan shalat sunat, berpuasa, bersedekah, membaca shalawat, santuni anak yatim, beri makan fakir miskin, sambung tali silaturrahmi, berzikir, bercerita tentang sejarah yang berhubungan dengan agama dan pribadi Nabi dan segala macam kebaikan lainnya yang masih terpayungi oleh payung hukum dan dalil agama.
Dalam Kitab I’anah ath-Thalibin Karya ‘Allamah Abi Bakar bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyaathiy yang dimasyhurkan dengan nama Sayyid Bakri. Jilid III, Hal. 413-415 (Kitab Maktabah Syamilah), disebutkan: “Didapatkan dalam Fatawi al-Hafidl as-Suyuthiy pada BAB WALIMAH, ditanyakan kepada Beliau daripada amal Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal, apa hukumnya dalam tinjauan syara’?. Apakah perbuatan itu dipuji atau dicela?. Apakah diberikan pahala kepada orang yang melakukannya atau tidak?. Beliau berkata: “Jawaban yang ada pada saya adalah bahwa sungguh dasar amal perayaan Maulid adalah berhimpunnya manusia, membaca apa yang mudah dari Al-Quran, membaca riwayat hadits yang datang pada permulaan pekerjaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, membaca riwayat tentang tanda-tanda yang terjadi pada kelahiran Beliau, lalu menuju tempat hidangan yang memakan oleh mereka akan makanan, dan tidak lebih dari yang demikian itu, maka itu adalah sebagian dari bid’ah yang bagus (hasanah) karena padanya bagian dari membesarkan derajat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menampakkan rasa senang dan gembira dengan kelahiran Nabi yang mulia. Ash-Shakhawi berkata: amal maulid Nabi sudah terjadi pada kurun yang ketiga. Ibnu Jauziy berkata: sebagian dari keistimewaan merayakan hari maulid Nabi adalah diberikan oleh Allah keamanan dalam negeri pada tahun tersebut dan digembirakan dengan tercapai cita dan harapan untuk masa yang akan datang. Yang pertama melakukannya (menurut Ibnu Jauziy) adalah Raja Mudhaffar.
Dan kenapa bergembiranya hanya pada bulan-bulan tertentu?
Karena Abu Qatadah Al-Anshari meriwayatkan bahwa kepada Nabi SAW. pernah ditanya mengenai puasa yang beliau lakukan pada hari Senin. Baginda menjawab, “Hari itu adalah hari saya dilahirkan dan hari saya menerima wahyu.”
Berdasarkan kepada hadits tersebut diatas bahwa Nabi SAW menaruh perhatian khusus pada hari kelahiran beliau dan bersyukur kepada Allah SWT dengan berpuasa pada hari itu yang merupakan satu bentuk ibadah. Sebagaimana Nabi SAW. telah memberi perhatian khusus pada hari tersebut dengan berpuasa, maka ibadah dalam bentuk apa saja yang masih sesuai dengan nash agama untuk memberi perhatian khusus atas hari tersebut dapat pula dibenarkan. Meskipun bentuk ibadahnya berbeda, tetapi esensinya tetap sama yaitu bergembira dengan kelahiran baginda. Oleh karena itu, berpuasa, memberi makan fakir miskin, berkumpul untuk melantunkan pujian kepada Nabi saw. atau berkumpul untuk mengingat perilaku dan budi pekerti baiknya, semuanya dapat dipandang sebagai cara menaruh perhatian khusus pada hari tersebut.
Demikian, dan marilah kita kembali kepada satu semboyan yang termaktub dalam Al-Quran “AL-HAQQU AHAQQU AN YUTTABA’ (QS. YUNUS : 35)”. Semoga dapat berguna bagi kita semua, amin ya rabbal ‘alamin.

Tidak ada komentar: